Tim PKM-RE Teknik Kimia Universitas Jember telah mengembangkan solusi inovatif untuk mengubah limbah pertanian menjadi bahan bakar ramah lingkungan yang diklaim dapat menggantikan bensin pada kendaraan bermotor. Tim ini diketuai oleh Ika Putri Nikmatur Rohmah dengan anggota Moch. Yahya Armansah, Zaidan Rizqullah Luqianto, dan Intan Rahmi Putri yang dibimbing oleh Ir. Meta Fitri Rizkiana, S.T., M.Sc., memulai penelitian mereka sebagai respons terhadap kelangkaan bahan bakar fosil.
“Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), ketersediaan cadangan minyak terus menurun dan diperkirakan akan bertahan hingga 9 tahun ke depan dengan asumsi tidak ada penemuan baru, sedangkan permintaannya semakin meningkat. Selain itu BBM yang selama ini kita gunakan juga terbukti tidak ramah lingkungan,” ujar Ika selaku ketua tim.
Melalui pendanaan Kemendikbud RI dalam Program Kreativitas Mahasiswa ini, penelitian berfokus pada peningkatan produksi biobutanol dari fermentasi limbah kulit kakao dengan memanfaatkan kulit kakao, ampas tebu, dan jerami padi sebagai bahan imobilisasi biofilm. Ia menjelaskan, bahwa tim memperoleh hasil yang cukup memuaskan. Kulit kakao, ampas tebu, dan jerami padi terbukti dapat menjadi biofilm yang melindungi bakteri dari sifat toksik produk selama proses pembuatan biobutanol, sehingga proses fermentasi berjalan efektif dan meningkatkan produktivitas biobutanol kulit kakao.
“Jerami padi, kulit kakao, dan ampas tebu terbukti dapat melindungi bakteri selama proses fermentasi, ditandai dengan peningkatan produktivitas butanol dengan perolehan hasil yang cukup memuaskan bagi kami,” jelas Ika.
“Berdasarkan data pengujian fermentasi selama 24 jam, terbukti bahwa penggunaan biofilm dapat menggantikan alginat yang harganya relatif lebih mahal karena perolehan konsentrasi butanol antara keduanya tidak terpaut cukup jauh. Selain itu, penggunaan biofilm jerami padi berhasil mencapai konsentrasi biobutanol 26 g/L dan lebih baik daripada sampel tanpa biofilm,” lanjut Ika menjelaskan kelebihan dari penelitian yang dilakukan.
Ika dan tim juga menyebut bahwa hasil blending bensin dan biobutanol yang dibuat telah diujikan pada mesin motor untuk mengetahui pengaruhnya terhadap performa mesin dan emisi gas buang.
“Daya dan torsi pada penggunaan biobutanol sedikit menurun dibandingkan dengan bensin murni, namun penggunaan biobutanol dapat menekan kadar emisi CO dan HC yang berbahaya bagi lingkungan sehingga akan berkontribusi mengurangi polusi udara,” lanjut ika menjelaskan hasil pengujian biobutanol pada mesin.
Ika dan tim berharap agar penelitiannya dapat dikembangkan dalam skala yang lebih besar dengan dukungan berbagai pihak. Jika pengembangan Biobutanol dapat diteruskan, mereka yakin dimasa depan Indonesia tidak perlu khawatir kehabisan bahan bakar berbasis minyak dan dapat membantu mengurangi krisis lingkungan yang semakin mengancam.
“Kekhawatiran terhadap cadangan minyak yang semakin menurun dan krisis lingkungan yang kian mengancam membuat kami semakin yakin bahwa penelitian ini penting untuk membantu mengatasi masalah tersebut. Semoga penelitian ini dapat dikembangkan dalam skala yang lebih besar dan mendapat dukungan dari berbagai pihak,” pungkas Ika dan tim.